BAB XIV POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL 3

A.     Otonomi Daerah
Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu wujud politik dan startegi nasional secara teoritis telah memberikan dua bentuk otonomi kepada dua daerah, yaitu :
  1. Otonomi terbatas kepada daerah provinsi.
  2. Otonomi luas kepada daerah kabupaten/Kota.
Sebagai konsekuensinya maka kewenangan pusat menjadi dibatasi. Dengan ditetapkannya UU No. 22 tahun1999 secara legal formal menggantikan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemenrintahan Daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Perbedaan UU yang lama dan baru adalah :


  1. UU yang lama, titik pandang kewenangannya dimulai dari pusat (central government looking).
  2. UU yang baru, titik pandang kewenangannya dimulai dari daerah (local government looking).
  3. UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, sangatlah tepat sesuai dengan tuntutan reformasi yang mengharapkan adanya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya untuk semua daerah yang pada gilirannya diharapkan dapat mewujudkan masyarakat madani (civil society).
  1. Kewenangan Daerah
  1. Dengan berlakunya UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, maka daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dibanding dengan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam bidang seluruh pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan di bidang lain.
  2. Kewenangan di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam point 1 meliputi : kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional.
  3. Bentuk dan susunan pemerintahan daerah :
  4. Di daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legeslatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Eksekutif Daerah. Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya.
  5. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. DPRD mempunyai tugas dan wewenang :
  6. Memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota.
  7. Memilih anggota MPR Utusan Daerah.
  8. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil walikota.
  9. Bersama dengan Gubernur, Bupati atau Walikota membentuk Peraturan Daerah.
  10. Bersama dengan Gubernur, Bupati atau Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
  11. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah, pelaksanakan keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Kebijakan Daerah dan pelaksanaan kerjasama internasional di daerah, memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah dan menampung dan menindaklanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.
Bentuk dan susunan pemerintah daerah tersebut di atas merupakan perangkat penyelenggara pemerintahan di daerah dalam rangka pembangunan daerah. Keberhasilan pembangunan daerah tergantung, bagaimanakah pelaksanaan desentralisasi Salah satu keuntungan dari sesntralisasi adalah pemerintah daerah lebih cepat mengambil keputusan dengan demikian diharapkan prioritas pembangunan dan kualitas pelayanan masyarakat dapat lebih mencerminkan kebutuhan nyata masyarakat di daerahnya.
Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
  1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara (“Eenheidstaat”), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan dan
  2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonomi dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan :
  1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
  2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
  3. Dati II adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
  1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
  2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
  3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonomi, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
  1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya
  2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah dan
  3. Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggung jawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota, meminta keterangan, mengadakan perubahan, mengajukan pernyataan pendapat, prakarsa, dan penyelidikan), dan kewajiban seperti :
  1. Mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945.
  2. Menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah dan
  4. Memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.
Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu :
  1. Melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah
  2. Pembentukan negara federal atau
  3. Membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.
Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.

B.     Implementasi Polstranas
  1. Implementasi politik  strategi nasional di bidang hukum:
  2. Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum.
  3. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang–undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuaianya dengan reformasi melalui program legalisasi.
  4. Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi hukum, serta menghargai hak asasi manusia.
  5. Melanjutkan ratifikasi konvensi internasional terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk undang–undang.
  6. Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian Negara Republik Indonesia, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan prasarana hukum, pendidikan, serta pengawasan yang efektif.
  7. Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak manapun.
  1. Implementasi politik srategi nasional di bidang pertahanan dan keamanan.
  2. Menata Tentara Nasional Indonesia sesuai paradigma baru secara konsisten melalui reposisi, redefinisi, dan reaktualisasi peran Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara untuk melindungi, memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap ancaman dari luar dan dalam negeri, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan memberikan darma baktinya dalam membantu menyelenggarakan pembangunan.
  3. Mengembangkan kemampuan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta yang bertumpu pada kekuatan rakyat dengan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Repuiblik Indonesia sebagai kekuatan utama didukung komponen lainnya dari kekuatan pertahanan dan keamanan negara dengan meningkatkan kesadaran bela negara melalui wajib latih dan membangun kondisi juang, serta mewujudkan kebersamaan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan rakyat.
  1. Implementasi politik strategi nasional di bidang politik
  2. Dalam Negeri :
  3. Meningkatkan kemandirian partai politik terutama dalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat serta mengembangkan fungsi pengawasan secara efektif terhadap kineja lembaga–lembaga negara dan meningkatkan efektivitas, fungsi dan partisipasi organisasi kemasyarakatan, kelompok profesi dan lembaga swadaya masyarakat dalam kehidupan bernegara.
  4. Meningkatkan pendidikan politik secara intensif dan komprehensif kepada masyarakat untuk mengembangkan budaya politik yaitu demokratis, menghormati keberagaman aspirasi, dan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
  5. Memasyarakatan dan menerapkan prinsip persamaan dan anti diskriminatif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  6. Menyelenggarakan pemilihan umum secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas–luasnya atas dasar prinsip demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan beradab yang dilaksanakan oleh badan penyelenggara independen dan nonpartisan selambat–lambatnya pada tahun 2004.
  7. Membangun bangsa dan watak bangsa (nation and character building) menuju bangsa dan masyarakat Indonesia yang maju, bersatu, rukun, damai, demokratis, dinamis, toleran, sejahtera, adil dan makmur.
  8. Menindak lanjuti paradigma Tentara Nasional Indonesia dengan menegaskan secara konsisten reposisi dan redefinisi Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara dengan mengoreksi peran politik Tentara Nasional Indonesia dalam bernegara. Keikutsertaan Tentara Nasional Indonesia dalam merumuskan kebijaksanaan nasional dilakukan melalui lembaga tertinggi negara Majelis Permusyawaratan Negara.
  1. Hubungan Luar Negeri
  2. Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada kepentingan nasional.
  3. Dalam melakukan perjanjian dan kerjasama internasional harus dengan persetujuan lembaga perwakilan rakyat.
  4. Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas.
  5. Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara sahabat serta memperlancar prosedur diplomatik.
  6. Meningkatkan kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dan kerjasama kawasan ASEAN.
  1. Implemetasi politik strategi nasional di bidang ekonomi.
  2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas penempatan tenaga kerja ke luar negeri dengan memperhatikan kompetensi, perlindungan dan pembelaan tenaga yang dikelola secara terpadu dan mencegah timbulnya eksploitasi tenaga kerja.
  3. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama uasaha kecil, menengah dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya local.
  4. Melakukan berbagai upaya terpadu untuk mempercepat proses pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan mengurangi pengangguran, yang merupakan dampak krisis ekonomi.
  5. Mempercepat penyelamatan dan pemulihan ekonomi guna membangkitkan sektor riil terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi melalui upaya pengendalian laju inflasi, stabilitas kurs rupiah pada tingkat yang realistis, dan suku bunga yang wajar serta didukung oleh tersedianya likuiditas sesuai dengan kebutuhan.
  6. Menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan mengurangi defisit anggaran melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan susidi dan pinjaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak progresif yang adil dan jujur , serta penghematan pengeluaran.
  7. Mempercepat rekapitulasi sektor perbankan dan restrukturisasi utang swasta secara transparan agar perbankan nasional dan perusahaan swasta menjadi sehat, terpercaya, adil,dan efisien dalam melayani masyarakat dan kegiatan perekonomian.
  8. Melaksanakan restrukturisasi aset negara, terutama aset yang berasal dari likuidasi perbankan dan perusahaan, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan produktivitas secara transparan dan pelaksanaannya dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Pengelolaan aset negara diatur dengan undang–undang.
  9. Melakukan renegoisasi dan mempercepat restrukturisasi utang luar negeri bersama–sama dengan Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, Lembaga Keuangan Internasional lainnya, dan negara donor dengan memperhatikan kemampuan bangsa dan negara, yang pelaksanaanya dilakukan secara transparan dan dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
  1. Implemetasi politik strategi nasional di bidang Pembangunan Nasional
Garis-Garis Besar Haluan Negara sebagai arah penyelenggaraan negara dan segenap rakyat Indonesia, kaidah pelaksanaannya sbb:
  1. Presiden menjalankan tugas penyelenggaraan negara, berkewajiban untuk mengerahkan semua potensi dan kekuatan pemerintahan dalam melaksanakan dan mengendalikan pembangunan nasional.
  2. DPR, MA, BPK, dan DPA berkewajiban melaksanakan GBHN sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan UUD 1945.
  3. Semua lembaga tinggi negara berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan GBHN dalam siding Tahunan MPR, sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan UUD 1945.
  4. GBHN dalam pelaksanaan dituangkan dalam Program Pembangunan Negara Lima Tahun yang memuat uraian kebijakan secara rinci  dan terstruktur yang secara yuridis ditetapkan oleh Presiden bersama DPR.
  5. PROPENAS dirinci dalam Rencana Pembangunan Tahunan yang memuat APBN dan ditetapkan Presiden bersama DPR.
  1. Implemetasi politik strategi nasional di bidang Penyelenggaraan Negara
  2. Membersihkan penyelenggaraan negara dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan memberikan sanksi seberat-beratnya.
  3. Melakukan pemeriksaan terhadap kekayaan pejabat negara dan pejabat pemerintah sebelum dan sesudah memangku jabatan.
  4. Meningkatkan fungsi dan keprofesionalan birokasi dalam melayani masyarakat dalam mengelola kekayaan negara secara transparan.
  5. Meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri dan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia.
  6. Memantapkan netralisasi politik pegawai negeri dengan menghargai hak-hak politiknya.
  1.   Implemetasi politik strategi nasional di bidang Komunikasi, Informasi, dan Media Masa
  2. Meningkatkan pemanfaatan peran komunikasi melalui media massa modern dan media tradisional.
  3. Meningkatkan kualitas komunikasi di berbagai bidang melalui penguasaan dan penenapan teknologi informasi dan komunikasi.
  4. Meningkatkan peran pers yang bebas sejalan dengan peningkatan kualitas dan kesejahteraan insan pers.
  5. Membangun jaringan informasi dan komunikasi antara pusat dan daerah serta antar daerah secara timbal balik.
  6. Memperkuat kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana penerangan khususnya di luar negeri.
  1. Implemetasi politik strategi nasional di bidang Agama
  2. Memantapkan fungsi, peran,dan kedudukan agama sebagai landasan moral, spiritual, dan etika dalam penyelenggaraan negara.
  3. Meningkatkan kualitas pendidikan agama melalui penyempurnaan sistem pendidikan agama.
  4. Meningkatkan dan memantapkan kerukunan hidup antarumat beragama sehingga tercipta suasan yang harmonis.
  5. Meningkatkan kemudahan umat beragama dalam menjalankan ibadahnya.
  6. meningkatkan peran dan fungsi lembaga-lembaga keagamaan dalam ikut mengatasi perubahan yang terjadi dalam semua aspek kehidupan.
  1.  Implemetasi politik strategi nasional di bidang Pendidikan
  2. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
  3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum.
  4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan.
  5. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah.
  6. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah,terpadu, dan menyeluruh.
  1. Implemetasi politik strategi nasional di bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
  2. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.
  3. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungnan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan.
  4. Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka pengelolaan sumber daya alam.
  5. Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  6. Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya alam.

C.     Keberhasilan Polstranas
Penyelenggaraan pemerintah/Negara dan setiap warga negara Indonesia/ masyarakat harus memiliki :
  1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  2. Semangat kekeluargaan yang berisikan kebersamaan, kegotong-royongan, kesatuan dan persatuan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat guna kepentingan nasional.
  3. Percaya diri pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa, sehingga mampu menatap masa depan yang lebih baik.
  4. Kesadaran, patuh dan taat pada hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran sehingga pemerintah/negara diwajibkan menegakkan dan menjamin kepastian hukum
  5. Pengendalian diri sehingga terjadi keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan antara berbagai kepentingan.
  6. Mental, jiwa, tekad, dan semangat pengabdian, disiplin, dan etos kerja yang tinggi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
  7. IPTEK, dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga memiliki daya saing dan dapat berbicara dipercaturan global.
Apabila penyelenggara dan setiap WNI/masyarakat memiliki tujuh unsur tersebut, maka keberhasilan Polstranas terwujud dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasional melalui perjuangan non fisik sesuai tugas dan profesi masing-masing. Dengan demikian diperlukan kesadaran bela negara dalam rangka mempertahankan tetap utuh dan tegapnya NKRI.

D.     Masyarakat Madani
Istilah masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan civil society. Civil society dikemukakan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis yang identik dengan negara. Dalam perkembangannya, istilah civil society dipahami sebagai organisasi – organisasi masyarakat yang terutama bercirikan kesukarelaan dan kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara serta keterikatan dengan nilai – nilai atau norma hukum yang dipatuhi masyarakat.
Sebelum dikemukakan pengertian masyarakat madani, terlebih dahulu perlu diperhatikan berbagai pendapat beberapa para ahli yang memberikan konsep tentang masyarakat madani. Adapun beberapa pendapat berikut sebagai berikut.
  1. Zbigniew Rau, dengan latar belakang kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Soviet. Masyarakat madani atau civil society adalah sebuah masyarakat yang bebas dari pengaruh keluarga dan kekuasaan negara yang diekspresikan dalam gambaran cirri – cirinya, yaitu individualism, pasar (market), dan pluralisme.
  2. Han Sung Joa dengan latar belakang kasus Korea Selatan
Masyarakat madani atau civil society adalah sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak – hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbebas dari negara, suatu ruang public yang mampu mengartikulasikan isu – isu politik, gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama – sama mengakui norma – norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk.
  1. Kim Sunhyuk, latar belakang kajiannya pada kasus Korea Selatan.
Masyarakat madani atau civil society adalah organisasi – organisasi kemasyarakatan yang relative memosisikan secara otonom dari pengaruh dan kekuasaan negara dengan mensyarakatkan adanya ruang publik (public sphere) untuk memperjuangkan kepentingan – kepentingan tertentu.
Dari ketiga pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa civil society adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik (public sphere) dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga – lembaga mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
  1. Ciri – ciri Masyarakat Madani
Ciri – ciri utama civil society menurut A.S. Hikam adalah sebagai berikut.
  1. Kesukarelaan
Kesukarelaan adalah suatu masyarakat madani bukanlah suatu masyarakat paksaan atau karena indoktrinasi. Keanggotaan masyarakat madani terdiri atas pribadi yang bebas dan secara sukarela membentuk suatu kehidupan bersama.
Oleh karena itu, mempunyai suatu komitmen yang sangat besar untuk mewujudkan cita – cita bersama, dengan sendirinya tanggung jawab pribadi sangat kuat karena diikat oleh keinginan tersebut.
  1. Keswasembadaan
Sikap anggota masyarakat mempunyai harga diri yang tinggi , percaya pada kemampuan diri sendiri, bahkan untuk membantu sesama yang kekurangan. Keswasembadaan itu tercermin dalam :
  1. Kemandirian yang tinggi terhadap negara.
  2. Keterkaitan pada nilai – nilai hukum yang disepakati bersama.
  3. Kebhinekaan masyarakat, di mana kelompok masyarakat yang ada saling hidup berdampingan, tolong menolong, saling menghargai, dan dapat hidup dengan damai.
  4. Terselenggaranya kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang bernuansa demokratis.
  1. Kebiasaan berdialog dan bermusyawarah
Kebiasaan berdialog adalah kebiasaan yang baik dan mempunyai nilai positif. Dalam berdialog terjadi interaksi atau hubungan yang saling memberi dan menerima curahan pikiran dan pendapat. Adapun melakukan musyawarah merupakan perwujudan dari apresiasi keterbukaan, karena di dalam musyawarah seseorang tidak dapat menghindar dari komunitasnya yang masing – masing secara aktif menyampaikan pendapat, usul dan saran.
  1. Hidup rukun dan toleransi
Kerukunan adalah sikap mental dalam mewujudkan kehidupan yang serasi dengan tidak membedakan pendapat, kedudukan social, ekonomi dan perbedaan agama, serta kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Adapun toleransi adalah sikap dan perbuatan seseorang yang berlapang dada untuk member peluang dan membiarkan orang lain berbuat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Merujuk pada Bahmueller (1997), ada beberapa karakteristik masyarakat madani, yaitu :
  1. Terintegrasinya individu – individu dan kelompok – kelompok eksklusif ke dalam masyarakat melalui kontrak social dan aliansi social.
  2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan – kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan – kekuatan alternative.
  3. Dilengkapinya program – program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program – program pembangunan yang berbasis masyarakat.
  4. Terjembataninya kepentingan – kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi – organisasi volunter mampu memberikan masukan – masuka terhadap keputusan – keputusan pemerintah.
  5. Tumbuhkembangnya kreativitas yang pada mulanya terhambat oleh rezim – rezim totaliter.
  6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu – individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
  7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga – lembaga social dengan berbagai ragam perspektif.
Adapun secara umum, karakteristik masyarakat madani adalah sebagai berikut.
  1. Free public shere, yaitu adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat.
  2. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip – prinsip demokrasi sehingga mewujudkan masyarakat yang demokratis. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakan pilar – pilar demokrasi yang meliputi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pers yang bebas, supremasi hukum, perguruan tinggi, dan partai politik.
  3. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan – pandangan politik dan sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
  4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
  5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsional antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
  6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar – benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dam kemandirian berpolitik yang bertanggung jawab.
  7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
  1. Proses menuju Masyarakat Madani
Beberapa prasyarat guna menuju masyarakat madani setelah tumbuh dan berkembangnya demokratisasi adalah sebagai berikut.
  1. Memiliki kualitas sumber daya manusia yang tinggi, hal ini tercermin antara lain dari kemampuan tenaga – tenaga profesionalnya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan serta penguasaan ilmu pengetahuan dan tekonologi.
  2. Memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan pokok sendiri (mampu mengatasi ketergantungan) agar tidak menilbulkan kerawanan, terutama bidang ekonomi.
  3. Semakin mantap mengandalkan sumber – sumber pembiayaan dalam negeri (berbasis kerakyatan) yang berarti ketergantungan kepada sumber pembangunan dari luar negeri semakin kecil atau tidak ada sama sekali.
  4. Secara umum telah memiliki kemampuan ekonomi, sistem politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan yang dinamis, tangguh , serta berwawasan global.
Dalam mewujudkan masyarakat madani ada kendala – kendala yang dihadapi bangsa Indonesia. Kendala – kendala yang dihadapi bangsa Indonesia tersebut antara lain:
  1. Masih adanya sikap mental penyelenggara negara yang mengedepankan budaya paternalistik.
  2. Penggusuran tanah rakyat secara paksa.
  3. Sikap mental warga negara yang acuh tak acuh dengan kebijakan pembangunan dan sebagainya.
  4. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
  5. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
  6. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
  7. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.
Upaya mengatasi kendala yang dihadapi bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani ala Indonesia, antara lain:
  1. Dengan mengedepankan integrasi nasional
Strategi ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
# Adanya reformasi sistem politik demokrasi
Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahap pembangunan ekonomi.
# Membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah demokratisasi. Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap relisasi dan strategi pertama dan kedua.

Sumber :


Comments