A. Otonomi
Daerah
Undang-undang
No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu wujud
politik dan startegi nasional secara teoritis telah memberikan dua bentuk
otonomi kepada dua daerah, yaitu :
- Otonomi
terbatas kepada daerah provinsi.
- Otonomi
luas kepada daerah kabupaten/Kota.
Sebagai
konsekuensinya maka kewenangan pusat menjadi dibatasi. Dengan ditetapkannya UU
No. 22 tahun1999 secara legal formal menggantikan UU No. 5 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemenrintahan Daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa. Perbedaan UU yang lama dan baru adalah :
- UU yang
lama, titik pandang kewenangannya dimulai dari pusat (central government
looking).
- UU yang
baru, titik pandang kewenangannya dimulai dari daerah (local government
looking).
- UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, sangatlah tepat sesuai dengan tuntutan reformasi yang mengharapkan adanya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya untuk semua daerah yang pada gilirannya diharapkan dapat mewujudkan masyarakat madani (civil society).
- Kewenangan
Daerah
- Dengan
berlakunya UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, maka daerah
mempunyai kewenangan yang lebih luas dibanding dengan UU No. 5 tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa. Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 kewenangan daerah
mencakup kewenangan dalam bidang seluruh pemerintahan kecuali kewenangan
dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter
dan fiskal, agama serta kewenangan di bidang lain.
- Kewenangan
di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam point 1 meliputi : kebijakan
tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro,
dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga
perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,
pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
konservasi dan standarisasi nasional.
- Bentuk
dan susunan pemerintahan daerah :
- Di
daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legeslatif Daerah dan Pemerintah Daerah
sebagai Eksekutif Daerah. Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah
beserta perangkat daerah lainnya.
- DPRD
sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahana untuk
melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. DPRD mempunyai tugas dan
wewenang :
- Memilih
Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota.
- Memilih
anggota MPR Utusan Daerah.
- Mengusulkan
pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil
Bupati atau Walikota/Wakil walikota.
- Bersama
dengan Gubernur, Bupati atau Walikota membentuk Peraturan Daerah.
- Bersama
dengan Gubernur, Bupati atau Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
- Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah, pelaksanakan keputusan
Gubernur, Bupati atau Walikota, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, Kebijakan Daerah dan pelaksanaan kerjasama internasional
di daerah, memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah terhadap
rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah dan
menampung dan menindaklanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.
Bentuk dan
susunan pemerintah daerah tersebut di atas merupakan perangkat penyelenggara
pemerintahan di daerah dalam rangka pembangunan daerah. Keberhasilan
pembangunan daerah tergantung, bagaimanakah pelaksanaan desentralisasi Salah
satu keuntungan dari sesntralisasi adalah pemerintah daerah lebih cepat
mengambil keputusan dengan demikian diharapkan prioritas pembangunan dan
kualitas pelayanan masyarakat dapat lebih mencerminkan kebutuhan nyata
masyarakat di daerahnya.
Otonomi
daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua
nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
- Nilai
Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai
kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara
(“Eenheidstaat”), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa
dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara
kesatuan-kesatuan pemerintahan dan
- Nilai
dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang
Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka
jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik
desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan
dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di
Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonomi dan
penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan
kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada
Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan :
- Dimensi
Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga
risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis
relatif minim;
- Dimensi
Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat relatif dapat lebih efektif;
- Dati II
adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah
yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar
itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
- Nyata,
otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif
di daerah;
- Bertanggung
jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar
pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
- Dinamis,
pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik
dan maju
Pelaksanaan
Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun
1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang
kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat
pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama
dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan
mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan
politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh
pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang
sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat.
Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas
administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang
dimaksud dengan Daerah Otonomi, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang
dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Undang-undang
No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah
yang dirangkum dalam tiga prinsip:
- Desentralisasi,
penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya
kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya
- Dekonsentrasi,
pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala
Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah dan
- Tugas
Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh
Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam
kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II
(Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima)
orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam
Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai
pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggung
jawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali
setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar
Pengadilan.
Berkaitan
dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran mengajukan pertanyaan bagi
masing-masing Anggota, meminta keterangan, mengadakan perubahan, mengajukan
pernyataan pendapat, prakarsa, dan penyelidikan), dan kewajiban seperti :
- Mempertahankan,
mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945.
- Menjunjung
tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara,
Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Bersama-sama
Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan
peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas
wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan
perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah dan
- Memperhatikan
aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada
program pembangunan Pemerintah.
Dari dua
bagian tersebut di atas, meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah
suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi
(baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi
pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU
No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap
pemerintah pusat.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru
Upaya serius
untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di
tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian
rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan
Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi
tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa
pilihan yaitu :
- Melakukan
pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi
peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah
- Pembentukan
negara federal atau
- Membuat
pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa
ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru
untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan
prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
Dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan
otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
Prinsip yang
menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas
dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi
yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan
dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu,
otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan
keanekaragaman daerah.
Beberapa hal
yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan
prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan
fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini
otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat
dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat
II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
Sistem
otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali
bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama
dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan
menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Daerah
otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan
kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini
disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi
dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu
wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang
didelegasikan kepadanya.
Kabupaten
dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan
ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah
administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas
tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan
desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan
pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Wilayah
Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari
garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan
wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.
Pemerintah
Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD
bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan
legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD.
Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
Peraturan
Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman
yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang
berwenang.
Daerah
dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial
budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain
yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu
menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah
lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan
dengan undang-undang.
Setiap
daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama
pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
Daerah
diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian,
penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan
pemerintah.
Kepada
Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi
yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat
lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan
efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota.
Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan
perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala
propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan
Kota.
Pengelolaan
kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk
badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten
sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga.
Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang
terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah,
Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan
pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah.
Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah.
Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor
Wilayah dan Kandep dihapus.
Kepala
Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala
Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua)
kali tidak dapat diterima oleh DPRD.
B. Implementasi
Polstranas
- Implementasi
politik strategi nasional di bidang hukum:
- Mengembangkan
budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan
kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum.
- Menata
sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan
menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui
perundang–undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif,
termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuaianya dengan reformasi
melalui program legalisasi.
- Menegakkan
hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan
kebenaran, supremasi hukum, serta menghargai hak asasi manusia.
- Melanjutkan
ratifikasi konvensi internasional terutama yang berkaitan dengan hak asasi
manusia sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk
undang–undang.
- Meningkatkan
integritas moral dan keprofesionalan aparat penegak hukum, termasuk
Kepolisian Negara Republik Indonesia, untuk menumbuhkan kepercayaan
masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan
prasarana hukum, pendidikan, serta pengawasan yang efektif.
- Mewujudkan
lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak
manapun.
- Implementasi
politik srategi nasional di bidang pertahanan dan keamanan.
- Menata
Tentara Nasional Indonesia sesuai paradigma baru secara konsisten melalui
reposisi, redefinisi, dan reaktualisasi peran Tentara Nasional Indonesia
sebagai alat negara untuk melindungi, memelihara dan mempertahankan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap ancaman dari luar dan
dalam negeri, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan memberikan
darma baktinya dalam membantu menyelenggarakan pembangunan.
- Mengembangkan
kemampuan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta yang bertumpu pada
kekuatan rakyat dengan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Repuiblik Indonesia sebagai kekuatan utama didukung komponen lainnya dari
kekuatan pertahanan dan keamanan negara dengan meningkatkan kesadaran bela
negara melalui wajib latih dan membangun kondisi juang, serta mewujudkan
kebersamaan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan rakyat.
- Implementasi
politik strategi nasional di bidang politik
- Dalam
Negeri :
- Meningkatkan
kemandirian partai politik terutama dalam memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan rakyat serta mengembangkan fungsi pengawasan secara efektif
terhadap kineja lembaga–lembaga negara dan meningkatkan efektivitas,
fungsi dan partisipasi organisasi kemasyarakatan, kelompok profesi dan
lembaga swadaya masyarakat dalam kehidupan bernegara.
- Meningkatkan
pendidikan politik secara intensif dan komprehensif kepada masyarakat
untuk mengembangkan budaya politik yaitu demokratis, menghormati
keberagaman aspirasi, dan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi
manusia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
- Memasyarakatan
dan menerapkan prinsip persamaan dan anti diskriminatif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Menyelenggarakan
pemilihan umum secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat
seluas–luasnya atas dasar prinsip demokratis, langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, adil, dan beradab yang dilaksanakan oleh badan
penyelenggara independen dan nonpartisan selambat–lambatnya pada tahun
2004.
- Membangun
bangsa dan watak bangsa (nation and character building) menuju bangsa dan
masyarakat Indonesia yang maju, bersatu, rukun, damai, demokratis,
dinamis, toleran, sejahtera, adil dan makmur.
- Menindak
lanjuti paradigma Tentara Nasional Indonesia dengan menegaskan secara
konsisten reposisi dan redefinisi Tentara Nasional Indonesia sebagai alat
negara dengan mengoreksi peran politik Tentara Nasional Indonesia dalam
bernegara. Keikutsertaan Tentara Nasional Indonesia dalam merumuskan
kebijaksanaan nasional dilakukan melalui lembaga tertinggi negara Majelis
Permusyawaratan Negara.
- Hubungan
Luar Negeri
- Menegaskan
arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada
kepentingan nasional.
- Dalam
melakukan perjanjian dan kerjasama internasional harus dengan persetujuan
lembaga perwakilan rakyat.
- Meningkatkan
kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas.
- Memperluas
perjanjian ekstradisi dengan negara-negara sahabat serta memperlancar
prosedur diplomatik.
- Meningkatkan
kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan
langsung dan kerjasama kawasan ASEAN.
- Implemetasi
politik strategi nasional di bidang ekonomi.
- Meningkatkan
kuantitas dan kualitas penempatan tenaga kerja ke luar negeri dengan
memperhatikan kompetensi, perlindungan dan pembelaan tenaga yang dikelola
secara terpadu dan mencegah timbulnya eksploitasi tenaga kerja.
- Meningkatkan
penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama uasaha kecil, menengah dan
koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya
local.
- Melakukan
berbagai upaya terpadu untuk mempercepat proses pengentasan masyarakat
dari kemiskinan dan mengurangi pengangguran, yang merupakan dampak krisis
ekonomi.
- Mempercepat
penyelamatan dan pemulihan ekonomi guna membangkitkan sektor riil terutama
pengusaha kecil, menengah dan koperasi melalui upaya pengendalian laju
inflasi, stabilitas kurs rupiah pada tingkat yang realistis, dan suku
bunga yang wajar serta didukung oleh tersedianya likuiditas sesuai dengan
kebutuhan.
- Menyehatkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan mengurangi defisit anggaran
melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan susidi dan pinjaman
luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak progresif yang
adil dan jujur , serta penghematan pengeluaran.
- Mempercepat
rekapitulasi sektor perbankan dan restrukturisasi utang swasta secara
transparan agar perbankan nasional dan perusahaan swasta menjadi sehat,
terpercaya, adil,dan efisien dalam melayani masyarakat dan kegiatan
perekonomian.
- Melaksanakan
restrukturisasi aset negara, terutama aset yang berasal dari likuidasi
perbankan dan perusahaan, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
produktivitas secara transparan dan pelaksanaannya dikonsultasikan dengan
Dewan Perwakilan Rakyat, Pengelolaan aset negara diatur dengan
undang–undang.
- Melakukan
renegoisasi dan mempercepat restrukturisasi utang luar negeri bersama–sama
dengan Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, Lembaga Keuangan
Internasional lainnya, dan negara donor dengan memperhatikan kemampuan
bangsa dan negara, yang pelaksanaanya dilakukan secara transparan dan
dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
- Implemetasi
politik strategi nasional di bidang Pembangunan Nasional
Garis-Garis
Besar Haluan Negara sebagai arah penyelenggaraan negara dan segenap rakyat
Indonesia, kaidah pelaksanaannya sbb:
- Presiden
menjalankan tugas penyelenggaraan negara, berkewajiban untuk mengerahkan
semua potensi dan kekuatan pemerintahan dalam melaksanakan dan
mengendalikan pembangunan nasional.
- DPR,
MA, BPK, dan DPA berkewajiban melaksanakan GBHN sesuai dengan fungsi,
tugas, dan wewenangnya berdasarkan UUD 1945.
- Semua
lembaga tinggi negara berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan GBHN
dalam siding Tahunan MPR, sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenangnya
berdasarkan UUD 1945.
- GBHN
dalam pelaksanaan dituangkan dalam Program Pembangunan Negara Lima Tahun
yang memuat uraian kebijakan secara rinci dan terstruktur yang
secara yuridis ditetapkan oleh Presiden bersama DPR.
- PROPENAS
dirinci dalam Rencana Pembangunan Tahunan yang memuat APBN dan ditetapkan
Presiden bersama DPR.
- Implemetasi
politik strategi nasional di bidang Penyelenggaraan Negara
- Membersihkan
penyelenggaraan negara dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan
memberikan sanksi seberat-beratnya.
- Melakukan
pemeriksaan terhadap kekayaan pejabat negara dan pejabat pemerintah
sebelum dan sesudah memangku jabatan.
- Meningkatkan
fungsi dan keprofesionalan birokasi dalam melayani masyarakat dalam
mengelola kekayaan negara secara transparan.
- Meningkatkan
kesejahteraan pegawai negeri dan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian
Republik Indonesia.
- Memantapkan
netralisasi politik pegawai negeri dengan menghargai hak-hak politiknya.
- Implemetasi
politik strategi nasional di bidang Komunikasi, Informasi, dan Media Masa
- Meningkatkan
pemanfaatan peran komunikasi melalui media massa modern dan media
tradisional.
- Meningkatkan
kualitas komunikasi di berbagai bidang melalui penguasaan dan penenapan
teknologi informasi dan komunikasi.
- Meningkatkan
peran pers yang bebas sejalan dengan peningkatan kualitas dan
kesejahteraan insan pers.
- Membangun
jaringan informasi dan komunikasi antara pusat dan daerah serta antar
daerah secara timbal balik.
- Memperkuat
kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana penerangan
khususnya di luar negeri.
- Implemetasi
politik strategi nasional di bidang Agama
- Memantapkan
fungsi, peran,dan kedudukan agama sebagai landasan moral, spiritual, dan
etika dalam penyelenggaraan negara.
- Meningkatkan
kualitas pendidikan agama melalui penyempurnaan sistem pendidikan agama.
- Meningkatkan
dan memantapkan kerukunan hidup antarumat beragama sehingga tercipta
suasan yang harmonis.
- Meningkatkan
kemudahan umat beragama dalam menjalankan ibadahnya.
- meningkatkan
peran dan fungsi lembaga-lembaga keagamaan dalam ikut mengatasi perubahan
yang terjadi dalam semua aspek kehidupan.
- Implemetasi
politik strategi nasional di bidang Pendidikan
- Mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu
bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Melakukan
pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum.
- Memberdayakan
lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat
pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan.
- Meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat
maupun pemerintah.
- Mengembangkan
kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah,terpadu, dan
menyeluruh.
- Implemetasi
politik strategi nasional di bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
- Mengelola
sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat.
- Meningkatkan
pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungnan hidup dengan
melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan.
- Mendelegasikan
secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam
rangka pengelolaan sumber daya alam.
- Mendayagunakan
sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- Menerapkan
indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan
dalam pengelolaan sumber daya alam.
C. Keberhasilan
Polstranas
Penyelenggaraan
pemerintah/Negara dan setiap warga negara Indonesia/ masyarakat harus memiliki
:
- Keimanan
dan ketakwaan kepada Tuhan YME sebagai nilai luhur yang menjadi landasan
spiritual, moral, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
- Semangat
kekeluargaan yang berisikan kebersamaan, kegotong-royongan, kesatuan dan
persatuan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat guna kepentingan
nasional.
- Percaya
diri pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada
kepribadian bangsa, sehingga mampu menatap masa depan yang lebih baik.
- Kesadaran,
patuh dan taat pada hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran sehingga
pemerintah/negara diwajibkan menegakkan dan menjamin kepastian hukum
- Pengendalian
diri sehingga terjadi keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam
perikehidupan antara berbagai kepentingan.
- Mental,
jiwa, tekad, dan semangat pengabdian, disiplin, dan etos kerja yang tinggi
serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
- IPTEK,
dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa
sehingga memiliki daya saing dan dapat berbicara dipercaturan global.
Apabila
penyelenggara dan setiap WNI/masyarakat memiliki tujuh unsur tersebut, maka
keberhasilan Polstranas terwujud dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan
nasional melalui perjuangan non fisik sesuai tugas dan profesi masing-masing.
Dengan demikian diperlukan kesadaran bela negara dalam rangka mempertahankan
tetap utuh dan tegapnya NKRI.
D. Masyarakat
Madani
Istilah
masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan civil society. Civil
society dikemukakan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah
societies civilis yang identik dengan negara. Dalam perkembangannya, istilah
civil society dipahami sebagai organisasi – organisasi masyarakat yang terutama
bercirikan kesukarelaan dan kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara
serta keterikatan dengan nilai – nilai atau norma hukum yang dipatuhi
masyarakat.
Sebelum
dikemukakan pengertian masyarakat madani, terlebih dahulu perlu diperhatikan
berbagai pendapat beberapa para ahli yang memberikan konsep tentang masyarakat
madani. Adapun beberapa pendapat berikut sebagai berikut.
- Zbigniew
Rau, dengan latar belakang kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni
Soviet. Masyarakat madani atau civil society adalah sebuah masyarakat yang
bebas dari pengaruh keluarga dan kekuasaan negara yang diekspresikan dalam
gambaran cirri – cirinya, yaitu individualism, pasar (market), dan
pluralisme.
- Han
Sung Joa dengan latar belakang kasus Korea Selatan
Masyarakat
madani atau civil society adalah sebuah kerangka hukum yang melindungi dan
menjamin hak – hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbebas dari
negara, suatu ruang public yang mampu mengartikulasikan isu – isu politik,
gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independen, yang secara
bersama – sama mengakui norma – norma dan budaya yang menjadi identitas dan
solidaritas yang terbentuk.
- Kim
Sunhyuk, latar belakang kajiannya pada kasus Korea Selatan.
Masyarakat
madani atau civil society adalah organisasi – organisasi kemasyarakatan yang
relative memosisikan secara otonom dari pengaruh dan kekuasaan negara dengan
mensyarakatkan adanya ruang publik (public sphere) untuk memperjuangkan
kepentingan – kepentingan tertentu.
Dari ketiga
pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa civil society adalah sebuah
kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan
penguasa dan negara, memiliki ruang publik (public sphere) dalam mengemukakan
pendapat, adanya lembaga – lembaga mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan
kepentingan publik.
- Ciri –
ciri Masyarakat Madani
Ciri – ciri
utama civil society menurut A.S. Hikam adalah sebagai berikut.
- Kesukarelaan
Kesukarelaan
adalah suatu masyarakat madani bukanlah suatu masyarakat paksaan atau karena
indoktrinasi. Keanggotaan masyarakat madani terdiri atas pribadi yang bebas dan
secara sukarela membentuk suatu kehidupan bersama.
Oleh karena
itu, mempunyai suatu komitmen yang sangat besar untuk mewujudkan cita – cita
bersama, dengan sendirinya tanggung jawab pribadi sangat kuat karena diikat
oleh keinginan tersebut.
- Keswasembadaan
Sikap
anggota masyarakat mempunyai harga diri yang tinggi , percaya pada kemampuan
diri sendiri, bahkan untuk membantu sesama yang kekurangan. Keswasembadaan itu
tercermin dalam :
- Kemandirian
yang tinggi terhadap negara.
- Keterkaitan
pada nilai – nilai hukum yang disepakati bersama.
- Kebhinekaan
masyarakat, di mana kelompok masyarakat yang ada saling hidup
berdampingan, tolong menolong, saling menghargai, dan dapat hidup dengan
damai.
- Terselenggaranya
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang bernuansa
demokratis.
- Kebiasaan
berdialog dan bermusyawarah
Kebiasaan
berdialog adalah kebiasaan yang baik dan mempunyai nilai positif. Dalam
berdialog terjadi interaksi atau hubungan yang saling memberi dan menerima
curahan pikiran dan pendapat. Adapun melakukan musyawarah merupakan perwujudan
dari apresiasi keterbukaan, karena di dalam musyawarah seseorang tidak dapat
menghindar dari komunitasnya yang masing – masing secara aktif menyampaikan
pendapat, usul dan saran.
- Hidup
rukun dan toleransi
Kerukunan
adalah sikap mental dalam mewujudkan kehidupan yang serasi dengan tidak
membedakan pendapat, kedudukan social, ekonomi dan perbedaan agama, serta
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Adapun toleransi adalah sikap dan
perbuatan seseorang yang berlapang dada untuk member peluang dan membiarkan
orang lain berbuat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Merujuk pada
Bahmueller (1997), ada beberapa karakteristik masyarakat madani, yaitu :
- Terintegrasinya
individu – individu dan kelompok – kelompok eksklusif ke dalam masyarakat
melalui kontrak social dan aliansi social.
- Menyebarnya
kekuasaan sehingga kepentingan – kepentingan yang mendominasi dalam
masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan – kekuatan alternative.
- Dilengkapinya
program – program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program –
program pembangunan yang berbasis masyarakat.
- Terjembataninya
kepentingan – kepentingan individu dan negara karena keanggotaan
organisasi – organisasi volunter mampu memberikan masukan – masuka
terhadap keputusan – keputusan pemerintah.
- Tumbuhkembangnya
kreativitas yang pada mulanya terhambat oleh rezim – rezim totaliter.
- Meluasnya
kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu – individu
mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri
sendiri.
- Adanya
pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga – lembaga social dengan
berbagai ragam perspektif.
Adapun
secara umum, karakteristik masyarakat madani adalah sebagai berikut.
- Free
public shere, yaitu adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam
mengemukakan pendapat.
- Demokratisasi,
yaitu proses untuk menerapkan prinsip – prinsip demokrasi sehingga
mewujudkan masyarakat yang demokratis. Demokratisasi dapat terwujud
melalui penegakan pilar – pilar demokrasi yang meliputi Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), pers yang bebas, supremasi hukum, perguruan tinggi, dan
partai politik.
- Toleransi,
yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan – pandangan politik dan
sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang
dilakukan oleh orang/kelompok lain.
- Pluralisme,
yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk
disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan
merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
- Keadilan
sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsional
antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap
lingkungannya.
- Partisipasi
sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar – benar bersih dari
rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain sehingga
masyarakat memiliki kedewasaan dam kemandirian berpolitik yang bertanggung
jawab.
- Supremasi
hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan
harus diposisikan secara netral artinya setiap orang memiliki kedudukan
dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
- Proses
menuju Masyarakat Madani
Beberapa
prasyarat guna menuju masyarakat madani setelah tumbuh dan berkembangnya
demokratisasi adalah sebagai berikut.
- Memiliki
kualitas sumber daya manusia yang tinggi, hal ini tercermin antara lain
dari kemampuan tenaga – tenaga profesionalnya untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan serta penguasaan ilmu pengetahuan dan tekonologi.
- Memiliki
kemampuan memenuhi kebutuhan pokok sendiri (mampu mengatasi
ketergantungan) agar tidak menilbulkan kerawanan, terutama bidang ekonomi.
- Semakin
mantap mengandalkan sumber – sumber pembiayaan dalam negeri (berbasis
kerakyatan) yang berarti ketergantungan kepada sumber pembangunan dari
luar negeri semakin kecil atau tidak ada sama sekali.
- Secara
umum telah memiliki kemampuan ekonomi, sistem politik, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan yang dinamis, tangguh , serta berwawasan global.
Dalam
mewujudkan masyarakat madani ada kendala – kendala yang dihadapi bangsa
Indonesia. Kendala – kendala yang dihadapi bangsa Indonesia tersebut antara
lain:
- Masih
adanya sikap mental penyelenggara negara yang mengedepankan budaya
paternalistik.
- Penggusuran
tanah rakyat secara paksa.
- Sikap
mental warga negara yang acuh tak acuh dengan kebijakan pembangunan dan
sebagainya.
- Kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai karena pendidikan yang belum
merata.
- Masih
rendahnya pendidikan politik masyarakat.
- Kondisi
ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
- Tingginya
angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.
Upaya
mengatasi kendala yang dihadapi bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat
madani ala Indonesia, antara lain:
- Dengan
mengedepankan integrasi nasional
Strategi ini
berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat
yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
# Adanya reformasi sistem politik demokrasi
Strategi ini
berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya
tahap pembangunan ekonomi.
# Membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat
ke arah demokratisasi. Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap relisasi
dan strategi pertama dan kedua.
Sumber :
Comments
Post a Comment